OJK Perkuat Ketahanan Perbankan Syariah dengan Dua Aturan Strategis 2025

Jumat, 31 Oktober 2025 | 12:12:56 WIB
OJK Perkuat Ketahanan Perbankan Syariah dengan Dua Aturan Strategis 2025

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) baru pada 17 September 2025. Langkah ini ditujukan untuk memperkuat ketahanan, likuiditas, dan daya saing Bank Umum Syariah (BUS) serta Unit Usaha Syariah (UUS).

POJK tersebut adalah POJK Nomor 20 Tahun 2025 mengenai Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR), serta POJK Nomor 21 Tahun 2025 tentang Leverage Ratio. Keduanya menjadi fondasi penting dalam pengelolaan modal dan pendanaan jangka panjang sesuai standar internasional Basel III dan Islamic Financial Services Board (IFSB).

POJK Nomor 20 Tahun 2025: Memperkuat Likuiditas dan Pendanaan

POJK Nomor 20 Tahun 2025 menekankan kewajiban pemeliharaan rasio LCR dan NSFR minimal 100 persen. Aturan ini diterapkan secara bertahap mulai tahun 2026 hingga 2028 untuk memastikan kesiapan industri perbankan syariah.

Tujuan utama POJK ini adalah menjaga ketersediaan likuiditas jangka pendek dan stabilitas pendanaan jangka panjang. Dengan demikian, BUS dan UUS dapat mengantisipasi dinamika ekonomi dan volatilitas pasar keuangan secara lebih efektif.

Selain itu, OJK mewajibkan perhitungan kecukupan likuiditas dan pemantauan pendanaan stabil bersih secara berkala. Pelaporan dilakukan baik secara individu maupun konsolidasi, dengan publikasi bertahap untuk meningkatkan transparansi dan disiplin industri.

POJK ini selaras dengan standar global Basel III dan guidance note GN-6 dari IFSB. Hal ini memastikan sistem perbankan syariah Indonesia mengikuti praktik terbaik internasional sekaligus memperkuat kredibilitas BUS dan UUS di pasar global.

Penerapan POJK juga mendukung Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027. Fokusnya terletak pada penguatan struktur industri dan ketahanan perbankan syariah, serta penguatan regulasi dan pengawasan.

POJK Nomor 21 Tahun 2025: Kewajiban Leverage Ratio

POJK Nomor 21 Tahun 2025 memperkuat struktur permodalan BUS melalui kewajiban leverage ratio. Rasio ini dihitung tanpa mempertimbangkan risk-weighted assets, sehingga BUS dapat mengukur kapasitas modal secara lebih sederhana namun efektif.

Leverage ratio berperan untuk mengantisipasi dampak deleveraging dalam berbagai skenario ekonomi. Dengan kewajiban memelihara leverage ratio minimal 3 persen, BUS diwajibkan melakukan pelaporan pertama pada posisi akhir triwulan pertama 2026.

Pelaksanaan publikasi leverage ratio akan dimulai pada September 2026. BUS yang tidak memenuhi threshold wajib mengajukan rencana perbaikan kepada OJK, dan pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif berupa denda atau non-denda.

POJK ini mendukung terciptanya struktur permodalan BUS yang kokoh. Hal ini menjadi pondasi bagi sistem perbankan syariah yang sehat, berkembang, dan berdaya saing global.

POJK Leverage Ratio juga selaras dengan Basel III 2014 dan 2017, serta IFSB-23 tahun 2021. Implementasinya menjadi salah satu pilar RP3SI 2023-2027 untuk memperkuat struktur dan ketahanan industri perbankan syariah secara berkelanjutan.

Dampak POJK Terhadap Industri Perbankan Syariah Nasional

Dengan penerapan kedua POJK, BUS dan UUS diharapkan mengelola likuiditas, pendanaan, dan modal secara lebih disiplin. Penguatan ini dapat mengoptimalkan komposisi aset dan liabilitas serta meningkatkan kemampuan menghadapi berbagai skenario risiko.

Selain itu, peraturan ini meningkatkan transparansi dan tata kelola industri perbankan syariah. Investor dan pemangku kepentingan akan lebih mudah menilai kinerja likuiditas dan struktur permodalan BUS secara akurat.

Langkah OJK ini juga meningkatkan daya saing perbankan syariah Indonesia di pasar global. Harmonisasi dengan standar internasional menjadikan industri lebih kredibel, efisien, dan mampu menarik investor global.

POJK ini sekaligus mendorong implementasi praktik perbankan modern dan manajemen risiko yang baik. Kesiapan industri menghadapi krisis likuiditas maupun tekanan ekonomi dapat terjaga lebih optimal.

Penguatan regulasi juga sejalan dengan misi RP3SI untuk menciptakan ekosistem perbankan syariah yang tangguh, efisien, dan berdaya saing tinggi. OJK menekankan pentingnya kepatuhan BUS dan UUS agar tujuan strategis jangka panjang tercapai.

Terkini